Setiap anggota WhatsApp Group (WAG) “Rumah Virus
Literasi (RVL)”, termasuk saya pribadi, di-“wajibkan” untuk menyebarkan “virus”
(benih-benih) literasi, khususnya semangat membaca dan menulis. Untuk misi mulia ini, saya melakukan “tausiyah
literasi” Karmina. Apa maksud dari tausiyah literasi? Apa bentuknya? Kepada
siapa dan bagaimana caranya? Dan makhluk apa yang yang bernama Karmina
itu? Berikut ini uraiannya.
Tausyiah atau tausiah, menurut Wiikipedia
(d.m.wikipedia.org), merupakan istilah umum di kalangan umat Islam yang merujuk
kepada kegiatan siar agama (dakwah) yang disampaikan secara tidak resmi
(informal). Secara praktis, masih menurut Wiikipedia, tausiyah juga
berarti ceramah keagmaan yang berisi pesan-pesan dalam hal kebenaran dan
kesabaran sebagaimana tertuang dalam Al Qur’an Surat Al-‘Ashar ayat 3 yang
artinya “Dan mereka saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran”.
Merujuk pada pengertian tausiyah dalam arti yang
sebenarnya di atas, ‘tausiyah literasi” dalam tulisan ini merujuk pada kegiatan
“siar” literasi yang berisi pesan-pesan berliterasi secara benar dengan penuh
kesabaran. “Siar” atau “menyiarkan”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Online, berarti menyebarkan atau mempropagandakan.
Siar dalam pengertian di atas tersirat makna
‘memberitahukan dan mengajak”. Sebagai misal, frase “Siar(an) Pendidikan”,
bermakna siaran (penyebarluasan) yang berisi acara-acara (pesan-pesan) dengan
tujuan mendidik. Dengan demikian, tausiyah literasi dalam konteks tulisan ini,
mengandung maksud menyebarkan semangat literasi baca tulis (Karmina) secara
benar dengan penuh kesabaran.
Dengan
pemahaman itu, saya selanjutnya mencoba membuat atau menulis delapan (8)
Karmina sebagai persyaratan untuk mendaftar. Alhamdulillah, sekali kirim
langsung diterima dengan sedikit revisi (pembimbingan). Merasa ada pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan sedikit, saya memberanikan diri untuk mengajak
pendidik dan tenaga kependidikan yang tergabung dalam WAG “SILN, POKJAR, UT
KSA”. Secara personal, ada guru dan rekan mahasiswa yang saya ajak secara langsung.
Momentum yang
menuntun untuk memberi tausiyah literasi baca-tulis Karmina terjadi pada
tanggal 12 Juni 2024. Begitu bangun pagi, tiba-tiba muncul ide untuk mengajak
keluarga menulis Karmina. Setelah selesai sholat subuh, saya membuat WAG
“Keluarga Karmina” beranggotakan seluruh anggota keluarga (6 orang). Mulailah saya meluncurkan kalimat-kalimat persuasif
(ajakan). Diantaranya, “Ayo kita menulis KARMINA. Nanti kita bukukan menjadi
‘KARMINA KELUARGA’”. Saya memberkan panduan ringkas dan contoh-contoh Karmina
yang saya tulis dan sudah lulus seleksi untuk isi antologi Karmina di atas.
Dalam waktu singkat, direspon oleh anak-anak saya (4
orang). Anak sulung (Ika Fitria Rahmawati) dan putri ketiga (Witry Naylufar/WN)
mulai mencoba menulis puisi berantai ber-rima “a-a” itu. Dengan sabar saya
mengomentari, membimbing dan berkali-kali mengingatkan kepada mereka tentang
prinsip-prinsip pokok penulisan Karmina. Alhamdulillah, WN berhasil menelurkan
delapan (8) Karmina. Saya langsung daftarkan. Setelah mendapatkan bimbingan
dan/atau revisi sedikit, kedelapan Karmina karya WN dinyatakan lolos. Hasil ini
saya pakai untuk memotivasi yang lain. Masya Allah, di hari itu, dengan proses
yang kurang lebih sama, karya putri kedua kami (Dwi Hilyati Aulia, mahasiswi
semester VI) dinyatakan lulus seleksi juga.
Yang tidak diduga-duga adalah putra bungsu (laki-laki semata
wayang : Muhammad Sukri Rizky Ramadhan). Ia berhasil menyelesaikan delapan
Karmina dengan kualitas yang, menurut kami, really unpredictable and amazing,
luar biasa – serasa tak sebanding dengan usia dan tingkatan pendidikannya. Setelah
saya daftarkan, dengan proses yang kurang lebih sama, akhirnya dinyatakan lulus
seleksi. Hasil ini sepertinya menjustifikasi penghargaan yang diberikan oleh sekolah
(Sekolah Indonesia RiyadhlSIR) kepadanya. Saat “wisuda” lulus kelas VI jenjang
sekolah dasar (SD), tanggal 30 Mei 2024 lalu, Rizky – demikian panggilan
akrabnya – mendapat piagam penghargaan sebagai siswa terbaik dalam bidang
‘Bahasa dan Sastra’.
The real tausiyah literasi Karmina terjadi pada 14
Mei 2024. Sambil menunggu hasil seleksi Karmina karya anak sulung kami, saya
memotivasi WN untuk mengajak salah seorang teman akrabbnya (sebut saja namanya
‘Cantik’ dengan panggilan akrab ‘Cant’) untuk berpartisipasi dalam penulisan
Karmina untuk memecahkan rekor MURI Tahun 2024 tersebut. Belum sempat
ditawarkan, WN langsung berkilah, “Dia pasti gamau (“tidak mau”), pa. Gabisa
(“tidak bisa”) juga. Soalnya dia sibuk buat (“membuat”) lagunya.
Mau rilis....”
Dengan sabar saya mulai bertausiyah. “Siapa tahu, di sela-sela itu. Kan kalo
(“kalau”) pinter (“pintar”) seperti kalian, kan tidak tidak sampai 1 (satu)
hari klar”. WN lalu merespon, “Okaayy, saya coba ajak”. Lalu, disambungya lagi
dengan pertanyaan yang membuat saya melanjutkan tausiyah literasi. “Apa
bilangnya (“Saya harus mengatakan apa”)?” tanyanya.
Sebelum menjawab pertanyaannya, saya memberikan tausiyah
lagi. Kali ini lebih beraroma agama.
Saya katakan (melalui tulisan) berdasarkan apa yang sering saya dengar dalam
berbagai kesempatan dari ustadz dan ustadzah, “Dengan mengajak, kamu
(men-)dapat pahala. Kalo dia mau dan berpartisipasi, kamu ‘dapat’ pahala
lagi”. Saya segera menyambung, “Kalo nanti sama2 (‘sama-sama’) bisa
hadir saat launching, dapat pahala lagi karena bisa silaturrahmi. Bukankah
silaturrahmi memberikan pahala, kesehatan, umur panjang dan murah rizki?” Atas
tausiyah ini, langsung ditanggapi WN, “Iyaaa, Okay.”
Atas pernyataan, ‘apa yang mau disampaikan ke Cantik’,
tausiyah saya mengalir deras dan lancar tanpa terputus -- dan ini pun
berdasarkan apa yang sering dengar dan baca – diantaranya buku Bongkar
Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku karya Agung Nugroho C. Saputro (2023)
halaman-halaman awal, seperti berikut ini.
Saya meminta WN mengawali ajakannya ke Cantik dengan
mengatakan, “Cant, yuk ikutan buat pantun kilat (Karmina)”. Lalu, saya
meminta WN untuk mengirim flyer dan panduan ringkas cara membuat
Karmina. “Iya, Okay.” respon WN.
Saya menganjurkan untuk melanjutkan seperti ini, “Saya
sudah lolos. Kalo Cant bisa lolos, insya Allah kita bisa reunian
nanti saat launching, bulan Desember 2024, kemungkinan di Taman Mini. Siapkan
8 draf Karmina untuk daftar. Nanti akan dibimbing jika dianggap belum pas.”
Mengantisipasi
Cantik bertanya, "Kirim kemana?", saya suruh WN menjawab, "kalo
sudah siap draf, kirim ke bapak saya, karena
beliau udah lolos duluan maka dipercaya memberikan rekomendasi". WN
kembali menyatakan persetujuannya. “Okay, sip,” katanya.
Saya pertegas
ke WN, “Ini namanya dakwah literasi. Mengajak orang untuk berliterasi baca dan
menulis. Dengan berdakwah literasi berarti kita sudah mengamalkan wahyu Allah
yang berbunyi ‘Iqro' : bacalah’. Orang, kalau sudah gemar membaca, pasti akan
mudah diajak dan bisa menulis. Kalo kita berhasil mengajak seseorang
berliterasi (membaca dan menulis) dan orang tersebut terus membaca dan menghasilkan
tulisan-tulisan (yang baik) maka insya Allah kita akan mendapatkan pahala.”
Saya
melanjutkan sebelum WN menanggapi, “Jika tulisannya itu baik dan bisa
menginspirasi orang untuk melakukan hal yang sama, insya Allah, pahala kita
akan terus mengalir. Mungkin kamu bertanya, bagaimana kalo tulisan-tulisannya
jelek yang tidak inspiratif? Atau materi tulisannya buruk?”
Pertanyaan
retoris tersebut saya jawab sendiri, “Tidak ada tulisan yang jelek.
Masing-masing tulisan akan menemukan jodoh pembacanya yang pas. Jika sebuah
tulisan dianggap jelek, lalu orang tersebut terdorong untuk mengomentari
dan/atau memperbaiki maka tulisan yang dianggap jelek itu secara tidak langsung
sudah ‘berbuat baik’ mendorong orang tersebut untuk berbuat baik, atau
mengamallan ‘iqro’.” Sampai di sini WN tidak memberi tanggapan dengan
kata-kata. Tanggapan ditunjukkan dengan emoji jantung berwrna merah.
Emoji yang sama
diberikan lagi ketika saya menyelesaikan kalimat-kalimat ini, “Apakah iqro'
yang berarti ‘bacalah’ itu terkait dengan menulis? Jawabannya, ‘ya’. Kalau tidak
ada bahan bacaan, apa yang mau dibaca? Satu-satunya jalan untuk menyediakan
bahan bacaan oleh dan untuk sesama manusia adalah dengan menulis, atau melalui tulisan.”
“Bagaimana?”,
tanya saya sebelum mengakhiri tausiyah. WN menjawab singkat. “Siapp, pahamm.”
Alhamdulillah,
begitu tausiyah saya selesai, ada pesan WA dari mentor yang menangani
pendaftaran dan pembimbingan anak sulung saya. Pesan mentor terbaca (kurang
lebih), “Setelah revisi sedikit, Ika sudah lolos.”
Sampai
tausiyah ini terpublikasi, saya belum mendapat khabar apakah semua draf Karmina
istri saya sudah lulus seleksi atau belum. Begitu juga tentang kesedian Cantik berpartisipasi
dalam penulisan Karmina ini, saya belum memperoleh kepastian karena saya
sendiri belum menanyakan ke WN.
Semoga
tausyaih literasi Karmina saya berhasil. Aaamiin.
Riyadh, 14 Juni 2024
Smg dimudahkan
BalasHapusAamiin, Bah. Salam sehat dan sukses selalu. Salam literasi
Hapus