Foto Cover Buku Siam Semesta. Dok. Much. Khoiri
Menakar Luas Lautan Ramadan Dari Lautan Cuma
Oleh
Mustajib
Secara tak
sengaja saya bertemu frase “Lautan Cuma” melalui blog ‘muchkhoiri.com’, rubrik
‘Sastra’. Di situ, Much. Khiori menulis “Sekilas Kumpuis ‘Siam Semesta: Kitab
Puisi Sosiawan Leak’”.
Abah Doktor Emcho – demikian saapaan akrab Much. Khoiri
-- memperkenalkan dan membahas secara sepintas buku kumpulan puisi tersebut dan
kekhasan puisi-puisi yang terkandung di dalamnya. Setidaknya ada 3 poin yang
dapat saya apungkan tentang pembahasan tersebut di sini.
Pertama,
ke-29 puisi yang terhimpun dalam buku tersebut pernah dibaca secara live
dalam program “Binar Ramadhan” yang ditayangkan TV9 Nusantara setiap menjelang
azan magrib dan usai waktu sahur selama bulan Ramadan (April – Mei) tahun 2022,
atau 1443 Hijriah lalu.
Kedua, dalam
pemublikasian ini, puisi-puisi tersebut disertai dengan barcode yang dapat di-scan
dengan telepon seluler (ponsel) sehingga pembaca dapat melihat dan/atau
menikmati secara langsung cara dan/atau seninya sang penyair membacakan
puisi-puisinya.
Dan ketiga, terakhir,
puisi-puisinya bernuansa Islami. Pilihan kata-katanya dan pemakaian
simbol-simbolnya benar-benar terasa memancarkan suasana Islami. Kekentalan suasana
yang demikian itu antara lain dapat dirasakan melalui puisi “Lautan Berkah”,
dengan larik-larik sebagai berikut.
Setiap
lautan memiliki kedalaman / juga keleluasan berbeda / tapi satu lautan Cuma, tiada
tandingannya / tak dapat diukur kedalamannya / tak bisa dihitung
keluasannya / ialah lautan ramadan // ia terbentang tak terkira
/ tak bisa dibingkai cakrawala / tak ada pantai mampu menggaris batasnya /
kecuali pantai fitri / yang menyucikan segala nurani, / bila ikhlas melayari
sepenuh hati // ia memusar tanda dasar / tak ada ceruk terendah / jadi wadah
untuk menadah / kecuali ceruk tawaduk / tempat tersaji kemurnian mabruk, / jika
ria menyelami seutuh khusyu // sepanjang malam / gelombang berdzikir terang /
hingga ombak, alun, dan riak / alpa bergejolak / sebab terkesima menyimak
purnama / yang bertadarus dengan sisa angin utara / sedang dari pagi hingga
senja / matahari mengaji udara dan gerimis / yang memuji asma ilahi tak
habis-habis // tak ada lautan sedemikian dalam / tak ada lautan sebegitu luas /
kecuali lautan ramadan / yang berlimpah berkah dan ampunan //.
Dalam pusisi
di atas – berikut judulnya, walaupun disebut tiga jenis lautan, sesungguhnya ada
satu lautan, yaitu ‘Lautan Ramadan’. Lautan Berkah dan Lautan Cuma sesujatinya,
secara esensial, diacukan ke Lautan Ramadan. Cuma (tapi), dalam tulisan ini,
saya begitu tertarik dengan pemunculan atau kemunculan frasa “Lautan Cuma”,
antara lain untuk menguatkan keimanan dan ketaqwaan diri pribadi saya.
Hadirnya atau
dihadirkannya metafor ‘Lautan Cuma’ dalam puisi ini – menurut persepsi saya –
bukanlah suatu kebetulan alias sesuatu yang tidak disenagaja. Buktiknya adalah
pemberian huruf kapital pada kata ‘Cuma’. Dalam kontruksi frase, ‘Lautan Cuma’ berarti setara dengan ‘Lautan
Atlantik’ atau ‘Launtan Fasifik’, yang keduanya notabene merujuk pada (nama) tempat.
Sekarang, dengan Lautan Cuma, kita bayangkan ada lautan bernama ‘Cuma’ : Lautan
Cuma.
Lautan Cuma,
bagi saya, adalah sebuah metafor wilayah laut atau daratan yang tertutup air
yang luas dan/atau sangat dalam namun memiliki pembatas atau batasan (limit),
sekalipun batasan tersebut bersifat tidak tentu juga (infinite). Hanya
saja, pembatasnya itu menjadi sedikit kongkrit yang tercermin melalui kata ‘Cuma’.
Contohnya, “Ulama itu sangat luas wawasan dan pengetahuannyai, cuma....”.
“Kerelijiusan penyair itu sangat mendalam, cuma ....”. Contoh lain, “Nilai
ibadah pada malam lailatul qadar masya Allah tak terhitung besar dan kemuliaannya,
cuma ... (berlaku bagi yang ikhlas melayari sepenuh hati ceruk tawaduk (dan) menyelami
seutuh khusyu ).
Tidak seperti
halnya Lautan Cuma, sekali lagi – yang mungkin masih ada batasannya, Lautan
Ramadan betul-betul lautan yang tak terbatas, tak ada limit dalam menggambarkan
ketakterbatasan nilai dan ganjaran
ibadah puasa (siam) ramadhan dan segala ibadah yang menyertainya, yang
merupakan hak perogatif Allah SWT, sebagaimana terkandung dalam Al Qur’an surat
Al-Baqarahayat 261. “Lautan ramadan ... terbentang tak terkira ...
tak bisa dibingkai cakrawala”.
Seperti
apakah luasnya Lautan Ramadan jika dengan gambaran maya cakrawala saja tidak
bisa terbingkai? Dengan membayangkan luasnya cakrawala itu sendiri pada
khususnya dan alam raya pada umumnya, kita sepertinya sudah kehabisan
kemampuan untuk membayangkan keluasan Lautan Ramadan.
Mari kita coba bayangkan dengan satuan jarak tahun
cahaya. Satu (1) detik tahun cahaya itu seluas 7 kali keliling bumi pada garis
katulistiwa. Jarak bumi dengan rembulan sebesar 1,5 detik tahun cahaya. Jarak
Bumi dan matahari hanya 8 menit tahun cahaya. Batas paling luar alam raya yang
radiusnya sama dengan garis perjalanan cahaya berjarak 11 milyar tahun cahaya. Itupun
dengan memperhatikan perhitungan jarak bintang paling jauh yang kini kebetulan
sudah diketahui. Masih terbuka lebar kemungkinan bintang yang belum diketahui masih
banyak. Dan sejauh-jauhnya lokasi bintang, itu masih di kolong antara bumi dan
langit pertama. Bukankah, sebagaimana tertuang dalam Al Qur’an surat As-Shaffat
ayat 6, Allah azza wajalla hanya menghiasi langit dunia saja dengan
bintang-bintang (lihat Pintu – Pintu Menuju Tuhan oleh Dr. Nurchlish
Madjid, 1996: 102 – 107)?
Berarti, Lautan
Ramadhan masih lebih luas dari itu. Tidak cuman itu. Lautan Ramadhan jauh
lebih luas dari Lautan Cuma. Dan mungkin juga lebih luas lagi setelah terhitung enam langit lainnya. Wallahua'lam bish shawab.
Riyadh, 4 Mei 2024
Catatan analitis yang menarik
BalasHapusMasya Allah. Jazakallah khair atas perkenan mengunjungi blog ini, Abah. Suatu kehormatan bagi saya atas apresiasi ini. Juga catatan ini. Insya Allah, akan menjadi energi untuk terus belajar. Jazakallah khair.
HapusLautan Cuma, bagi saya, adalah sebuah metafor wilayah laut atau daratan yang tertutup air yang luas dan/atau sangat dalam namun memiliki pembatas atau batasan (limit), sekalipun batasan tersebut bersifat tidak tentu juga (infinite). Masih banyak Cuma- cuma yang lain.
BalasHapusMasya Allah. Jazakillah khair, Bun. Tak pernah letih memberi semangat dan energi. Semoga menjadi tambahan amal ibadah. Aamiin
HapusMantab
BalasHapusMasya Allah. Jazakallah khair, Abad Senior yang terus memberi semangat dan energi lietrasi. Semoga menjadi tambahan amal ibadah. Aamiin
Hapus