Foto Rizky Pecinta Game dan Robotics
Oleh
HM Mustajib
Iseng-iseng kadangkala membawa kebahagiaan. Itulah
yang saya alami beberapa hari lalu. Saya iseng-iseng merapikan buku-buku lama,
termasuk buku catatan, milik anak terbungsu kami, the only one man,
Muhammad Sukri Rizky Ramadhan yang kini duduk di kelas VIII.A SMPN 1 Mataram.
Saya menemukan catatan Bahasa Inggrisnya sewaktu kelas VII.A. Iseng-iseng saya
buka lembaran demi lembaran dan akhirnya menelurkan sesuatu yang membahagiakan
itu.
Saya menemukan salah satu tulisan deskriptifnya. Berbahasa
Inggris, tentang dan dengan judul “Class 7A”. Sebagai orangtua yang secara
kebetulan berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris, tulisannya itu sungguh
membahagiakan. Selain berbahasa Inggris dan agak panjang, tulisan tersebut – personally
speaking – cukup berkualitas – terutama secara Bahasa -- menurut ukuran usia,
level pendirikannya dan statusnya sebagai pembelajar bahasa Inggris sebagai
bahasa asing. Oleh guru bahasa Inggrisnya, tulisan tersebut diberi pujian “Excellent”
– luar biasa.
Ketika membacanya, saya mendapati antara lain
detailnya cukup komplit, pengaturan detail-detailnya cukup runtut, pilihan-pilihan
katanya (diksi-diksinya) cukup efektif, dan yang terpenting adalah tata
bahasanya (grammar) secara umum cukup “canggih” – sekali lagi – untuk ukurannya.
Salah satu penggalan kalimatnya yang saya anggap sophisticated (canggih) untuk
ukurannya adalah “… we might be problematic at first, but we can adapt very
quickly and listen to the teacher.”
“Kelebihan-kelebihan” ini, jika boleh dikatakan
demikian, sempat membersitkan keraguan : “Benarkah ini hasil tulisannya?”
Sebelum berkesempatan untuk mengklarifikasi
keotentikannya secara langsung, diam-diam hati saya berbisik, “sepertinya benar
bahwa itu benar-benar tulisannya sendiri”. Suara hati ini sepertinya bukan
tanpa dasar. Secara umum, berdasarkan pengalaman, tulisan kreatifnya
(mengarang) dalam bahasa Indonesia pernah mendapat nilai “100”. Secara khusus,
dalam konteks tulisan deskriftif “Class 7A” ini, sejumlah fakta dapat
diapungkan untuk memvalidasi (membenarkan) otensitas tulisannya. Fakta-fakta
yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, keberadaan
kelas sesuai dengan lokasi yang (pernah) saya lihat saat menjempunya langsung
di lingkungan dalam sekolah ketika pulang sekolah. Kedua, suasana kelas yang
dideskripsikan matching dengan yang pernah diceritakan di suatu
kesempatan saat saya menanyakan keadaan kelas dan kecenderungan-kecenderungan tingkah
polah sebagian teman-temannya. Dan ketiga, secara tekstual, paling tidak ada tiga
(3) fakta yang tidak bisa dibantah “ketidakbenaran” atau ketidaksesuaiannya.
Ketidakberesan pertama, tulisan tersebut hanya satu paragraf.
Paragrafnya amat-amat gemuk. Paragraf ‘gajah” (giant) ini mengisyaratkan
adanya penumpukan ide yang sebenarnya “wajib” dipisah menjadi paragraph-paragraf
yang terpisah sesuai dengan fungsinya. Secara teori, disebutkan bahwa “generic
Struktur” (struktur atau susunan teks) sebuah teks deskriftif minimal
terdiri dari dua (2) paragraf. Satu (1) paragraf sebagai paragraf pembuka yang
disebut “Orientation”. Dan minimal satu (1) paragraf isi yang disebut
sebagai “Description”. Bagian isi (deskripsi ini) bisa lebih dari satu paragraf
sesuai dengan detailnya penggambaran suatu objek.
Ketidakberesan kedua terkait dengan tanda baca (punctuations).
Dalam paragraph “segemuk gajah” itu, hanya ada dua (2) tanda titik (“.”). Kedua
tanda titik tersebut berada di dua kalimat terakhir teks. Tanda titik – tanda titik
yang semestinya hadir pada bagian-bagian atau “kalimat-kalimat” sebelumnya
ditulis dengan tanda koma (“,”). Dan ketidakberesan ketiga terkait dengan
kehadiran “istilah” (term). Teori menulis mengatakan, jika menghadirkan
suatu istilah dalam tulisan maka wajib hukumnya menjelaskan makna istilah
tersebut. Dalam konteks tulisan ini, istilah “Feather Duster” sebagaimana bisa
dilihat di tengah-tengan bagian teks, tidak ada penjelasan makna yang dirujuk
atau dimaksud.
Untuk benar-benar memastikan bahwa tulisan ini “ori”
buatannya, saya bertanya langsung kepada anak saya di suatu kesempatan. “Apakah
ini tulisanmu,” tanya saya sambal menunjukkan tulisan yang dimaksud. Dijawab, “Ya’.
Saya mempercayainya. Lalu, saya melanjutkan ‘penyelidikan’: “Apakah ini kamu
tulis di sekolah atau di rumah?”. Dijawab, “Langsung di sekolah”. Kenapa saya
menanyakan hal kedua ini?
Persepsi saya, jika dikerjakan di rumah (di-PR-kan)
maka paling tidak ada dua (2) kemungkinan. Pertama, penulisnya akan menggunakan
“AI”, walaupun kemungkinan ini kecil dikarenakan kesalahan fitur-fitur
gramatikal sebagaimana diungkapkan di atas. Kemungkinan kedua, yang lebih
besar, adalah anak kami keempat ini meminta bantuan kakaknya. Secara kebetulan,
anak sulung saya alumni program pendidikan bahasa Inggris. Jika anak sulung
saya yang mengerjakan, kemungkinannya juga sangat kecil karena dia antara lain tidak
tahu persis dinamika kelas – bagaimana elastisnya dari suasana “sangat ribut” tiba-tiba
menjadi “sepi” ketika sang guru tertentu masuk ke kelas.
Atau si bontok mengonsep (membuat draf) lalu sang
sulung memolesnya? Si bontot sudah menjawab (insha Allah dengan jujur) : “dikerjakan
langsung di kelas (sekolah)”. Kejujuran dan kemampuan ini, yang saya rasakan,
menguatkan bobot penilaian “Excellent” yang diberikan oleh sang guru
bahasa Inggris. Saya Bahagia karenanya!
Jika pembaca berkenan turut memvalidasi
penilaian-penilaian terhadap tulis yang dimakud, berikut dilampirkan tulisan
tersebut.
Kemayoran,
Jakarta
Medio Rabu, 29 Oktober 2025

