P-N-S
Oleh
Mustajib
Hingga kini, Nurtaat masih ingat kata-kata yang menggores
perasaanya itu. “Walaupun pintar, kalau tidak punya uang, sulitlah jadi PeEnEs,”
kata Jecy, putri sulung seorang pejabat kampung, di suatu kesempatan. Dari
gerak-gerik pemilik suara, ucapan itu jelas ditujukan kepadanya.
Nurtaat
bersekolah di salah satu SMA negeri di kota kabupatennya saat itu. Ia tergolong
cerdas, walaupun bukan yang terbaik di sekolahnya. Tapi, setidaknya, di
kelasnya, tidak ada yang mengungguli akumulasi nilai raportnya. Di suatu
kesempatan, saat pembagian rapor kenaikan kelas, orangtua Nurtaat tidak bisa
datang ke sekolah untuk mengambilkan rapor putranya. Sekolah menetapkan: ‘rapor
tidak boleh diambil sendiri oleh siswa bersangkutan’. Untung, adik perempuan Jecy
—berinisial SN, datang ke SMA tempat Nurtaat bersekolah, untuk mengambilkan
rapor adiknya, yang juga seorang perempuan, yang notabene adik kelas Nurtaat,
dan akrab dengan Nurtaat. Nurtaat minta bantuan SN untuk mengambilkan rapornya.
SN adalah kakak kelas Nurtaat saat di SMP.
Rupaya, saat
Nurtaat melintas di depan rumah keluarga SN, SN bercerita kepada kakaknya
tentang kehebatan akademis Nurtaat. Entah alasan atau dendam apa yang mendorong
Jecy berkata seperti itu. Kata-kata itu diucapkan 40-an tahun lalu. Semestinya
perasaan yang tergores itu sudah lama terkubur dalam-dalam. Selain karena sudah
lama berlalu dan sering bermaaf-maafan saat Idul Fitri maupun Idul Adha, kini
Nurtaat sudah menjadi suami dari adik SN dan berstatus PNS.
Riyadh, 6 Juni 2024