Oleh
Mustajib
Dalam bukunya Spiritualisme Lapar Dalam Ibadah Puasa,
Agung Nugroho Catur Saputra (2023) menulis bahwa ada ayat dalam al Qur’an yang
menyatakan bahwa sholat itu mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Saputra mencatat masih banyak orang yang
rajin sholat, bahkan di masjid, namun masih berbuat keji dan mungkar (hal. 14).
Saputra memberikan salah satu contohnya untuk kasus di
atas. Ia menyitir pengalaman yang dialaminya sendiri. Ia pernah kehilangan
sandal setelah selesai sholat Jum’at. Karena sudah menganggap hilang, dan
mungkin sudah mengikhlaskannya dan/atau tetap berprasangka baik, ia ikhlas
meninggalkan masjid tanpa alas kaki. Qadarullah waa tabarakallah, ia
menemukan sandalnya kembali dengan cara yang unik melalui “perantara’ teman
sekantornya, yang tidak perlu diceritakan dalam tulisan ini.
Secara kebetulan saya juga pernah mengalami hal yang
kurang lebih sama, di tempat dan waktu yang berbeda. Pada suatu hari, entah di
tahun 2022 atau 2023 (saya tidak ingat persisnya), saya pergi sholat jum’at –
seperti biasanya -- bersama putra bungsu semata wayang di masjid jami’ Al
– Kindi, di kompleks Diplomatic Quarter, Riyadh, Arab Saudi. Setelah
selesai Jum’atan, saat saya mencari sandal sebelum pulang. Eh, ternyata
saya tidak menemukan sandal saya secara utuh. Salah satu pasangannya ‘hilang’.
Setelah mencari ke sana kemari di sekitarnya, saya tidak
menemukannya. Namun, di sekitar
sandal saya yang sebelah itu, ada tergolek sandal yang ‘mirip’ – terutama dari
sisi warna dan model -- dengan sandal saya. Saya tidak berani mengambilnya
sebagai pengganti, karena memang bukan pasangan sandal saya. Anehnya, setelah
menunggu agak lama dan hampir semua jamaah sudah pulang, pasangan sandal yang
mirip itu masih ada. Dengan prasangka baik bahwa pasangan sandal saya tidak
hilang, melainkan tertukar, saya akhirnya membawa pasangan sandal yang sebelah
itu.
Hampir saja
saya membeli sandal yang baru untuk menggantikan sandal saya yang kini beda
sebelah. Kalau dipakai malam hari, terlebih-lebih untuk sekadar sholat ke
masjid dengan memakai kendaraan, perbedaan itu tidak akan terlalu kelihatan.
Namun, tetap saja ada perasaan tidak nyaman. Alhamdulillah, terhadap kejadian
yang berujung ketidaknyamanan ini, saya tidak mengumpat-umpat (mungkin) seperti
sebelum-sebelumnya saat mengalami sesuatu yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Pikiran dan perasaan masih terkendali, bahwa kejadian itu pasti tidak
disengaja.
Kejadian itu
semata-mata tertukar, terlebih-lebih setelah mengetahui kualitas sandal
pengganti itu yang jauh di atas kualitas sandal saya. Saya tetap tidak
berpikiran negatif. Entahlah, tiba-tiba muncul pemikiran untuk menggunakan
sandal yang beda sebelah itu saat jum’atan minggu berikutnya. Who
knows pemilik sandal ‘bagus’ itu berpikiran yang sama. Qadarullah wa
tabarakallah, saat keluar dari masjid, pasangan sandal saya yang hilang itu
kembali lagi. Sudah lengkap, tergeletak bersebelahan di tempat saya menaruhnya
sebelum saya masuk masjid seperti hari jumat minggu-minggu sebelumnya.
Kedua cerita
pengalaman di atas membawa pesan untuk tidak cepat-cepat berburuk sangka.
Selalu berpikir positif tentang sesuatu. Mungkin karena hunu’zon ini dan
karena keikhlasan (minimal, tidak mengumpat-umpat) akhirnya Allah mengembalikan
apa yang kita “pinjam” dariNya. Bukankah semua yang kita miliki di dunia ini
adalah pinjaman sementara dari Sang Khaliq yang Maha Gani, Rahman dan Rahim?! Wallahu
a’lam bishshawab.
Riyadh, (Revisi) 3 Juni
2024