Belajar dari Muhammad SAW (Buah Refleksi Pagi)


                                                                                     Dok. Pribadi
Belajar dari Muhammad SAW
(Buah Refleksi Pagi)
Oleh
Mustajib

 

DAPAT dipastikan, umat manusia, khususnya umat Islam, tidak akan pernah kekurangan bahan ketika berbicara tetang Nabi Muhammad Shallahu alaihi wassalam (SAW). Selalu ada sisi yang layak, dapat dan perlu dibahas. De facto, sudah begitu banyak kitab atau buku yang terbit tentang Nabi akhir zaman ini.

Salah satu buku lama, dan insya Allah terus diminati, yang saya peroleh di toko buku pada Sabtu, 4 Mei 2024 lalu, adalah The Life of Muhammad: Wisdom and Spiritual Legacy of the Prophet. Buku ini ditulis oleh Mulana Wahiduddin Khan – mungkin dari versi Urdu “Paighambar e Inqilab”, dan diterjemahkan oleh Prof. Farida Khanam ke dalam bahasa Inggris. Kitab ini diterbitkan pertama kali tahun 1999 dan kini, di tahun 2024 ini, dicetak ulang dalam versi bahasa Inggris.

Saya masih membaca buku setebal 320 halaman ini. Dengan demikian, saya belum banyak bisa ngomen tentang buku ini. Saya baru membaca bagian pengantar saja. Salah satu hal menarik dari bagian pengantar ini adalah Nabi Muhammad SAW diakui sebagai tokoh teratas diantara 100 tokoh berpengaruah di dunia. Nabiyullah tersebut  dinilai sangat berhasil dalam urusan dunia dan agama.

Kenapa Nabi Muhammad SAW tidak pernah habis sebagai sumber perbincangan? Kenapa setiap sisi kehidupannya tidak pernah kering – seperti air zamzam – untuk “direguk” hikmahnya sebagai ibrah? Pertanyaan-pertanyaan ini mengingatkan saya pada tulisan Dr. Nurcholish Madjid tentang “Sidrat Al-Muntaha” dalam bukunya Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Penerbit Paramadina, 1995).

Secara harfiah, menurut Muhammad Asad – penerjemah Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris dan penafsir kitab-kitab tafsir klasik – Sidrat Al-Muntaha artinya lote-tree of the farthest limit : pohon lotus pada batas yang terjauh, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai teratai atau seroja.

Secara simbolik, menurut para ahli tafsir, Sidrat Al-Muntaha adalah lambang kebijakan (Wisdom): lambang kebijakan tertinggi dan terakhir yang dapat dicapai seorang manusia pilihan, yang tidak teratasi lagi, karena tidak ada kebijakan yang lebih tinggi lagi dari itu. Sidrat Al-Muntaha terletak di atas langit ketujuh, berdekatan dengan surga (QS Al-Najm ayat 18). Itulah batas tertinggi pengetahuan manusia. Di luar itu, rahasia Allah azza wajalla.

Hanya Nabi Muhammad SAW yang dapat mencapai Sidrat Al-Muntaha, sebagaimana kaum Muslimin percayai dari peristiwa Isra’ Mi’raj. Itu berarti Nabi Muhammad SAW adalah benar-benar manusia pilihan. Nabi Muhammad SAW telah memiliki kebijakan yang sangat maksimal, derajat tertinggi yang dapat dicapai manusia. Nabi Muhammad SAW telah memiliki ilmu setinggi Sidrat Al-Muntaha. Inilah, menurut hemat saya, penyebab bahwa kita tidak akan pernah kehabisan bahan berbicara tentang Muhammad SAW  dan belajar darinya.

Luasnya dan tingginya kebijakan dan pengetahuan Muhammad SAW secara langsung maupun tidak langsung “mengingatkan” kita sebagai kaum muslimin untuk terus menggali dan mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari sebanyak-banyak ilmu dan kebijakan dari Muhammad Shallahu alaihi wassalam pada khususnya dan dari alam semesta ciptaan Allah Azza wajalla secara umum.

Yang patut menjadi renungan (refleksi) imperatif kita, khususnya saya pribadi adalah, bukankah Nabi Muhammad SAW – Sang Nabi Terakhir yang telah mencapai derajat kebijakan dan penguasaan ilmu setinggi itu, masih diperintah oleh Allah azza wajalla untuk terus berdoa memohon tambahan ilmu sebagaimana tertuang dalam QS Thaahaa ayat 114? Lalu, bagaimana dengan manusia biasa seperti kita ini  (Madjid, 1995 : 111)?

Waalahua’lam bi shawab.

 

Riaydh, 8 Mei 2024

Mustajib

Simple man. Having 4 children from 1 wife. Civil Servant.

4 Komentar

  1. Balasan
    1. Matur Nuwun, Abah Inin. Salam literasi. Sehat dan sukses selalu.

      Hapus
  2. Semoga kelak kita mendapat Syafaat Nabi Muhammad SAW...
    Aamiin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Matur Nuwun, Bu Sri. Salam literasi. Sehat dan sukses selalu.

      Hapus
Lebih baru Lebih lama