NOOR PUISI SYAWAL


                         Foto Cover Buku yestaerday i was the moon
                                            Dok. Google

NOOR PUISI SYAWAL
Oleh
Mustajib

 

Nama lengkapnya Noor Unnahar, seorang penyair kelahiran Karachi, Pakistan. Puisi-puisinya terpublikasi dalam berbagai media (massa). Salah satunya melalui bukunya “yesterday i was the moon”. Buku tanpa daftar isi ini memuat sekitar 110 buah puisi. Delapan puluh persen diantaranya berupa pusisi-puisi pendek. Hanya 9 puisi yang tergolong puisi panjang, dengan panjang di atas 15 larik/baris. Puisi terpanjang (“namaz”) terdiri dari 30 larik. Membaca puisi-puisi karya Noor Unnahar ini, terutama di bulan Syawal sebagai bulan peningkatan taqwa seperti ini, bagi saya, terasa seperti sebuah “ibadah”.

Setidaknya ada dua (2) alasan utama yang dapat saya apungkan untuk membenarkan klaim di atas, bahwa membaca puisi-puisi Noor terasa bernilai ibadah. Pertama, perintah membaca atau iqro (QS Al Alaq ayat 1), termasuk membaca ayat-ayat (ayatina) atau tanda-tanda kekuasaan Allah azza wajalla, yang tergelar di segala penjuru alam maupun yang ada di dalam diri manusia (QS Fussilat ayat 53), jelas merupakan sebuah ibadah. Ibadah, sebagaimana terdifinisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah suatu perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Alasan kedua adalah sejumlah puisi karya Noor yang dibukukan oleh Clarkson Potter Publisher, Amerika Serikat, Tahun 2017 itu sangat sarat dengan nilai-niliai spiritualitas (Islam) yang sangat pontensial untuk menggapai pencapaian derajat religiositas yang maksimal, yang prima.  Dengan mengutip Sheldrake, (2007 : 1 – 2), dalam bukunya Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam Fadlil Munawar Manshur (2011) memaknai spiritualitas sebagai visi, misi, nilai, dan makna kehidupan manusia yang paling dalam untuk mendapatkan seluruh potensi kemanusiaanya. Pemaknaan ini selaras dengan makna kata dasar spiritualitas, yaitu spiritus yang berarti  nafas kehidupan (Nandaka dan Moningka, 2018).

Lebih rinci, Nandaka dan Moningka menegaskan bahwa Spiritus atau spirit merupakan kekuatan yang tidak terlihat yang memberikan nafas bagi kehidupan kita, menghidupkan kita, dan memberikan kita energi. Spirit membantu kita dalam mendefinisikan kebenaran, keunikan diri sesungguhnya dalam diri kita dan menegaskan individualitas (‘eksistensi diri’) kita. Dengan substansi makna ini, Spirit atau spiritualitas – menurut saya – dapat meningkatkan religiositas seseorang. Religiositas secara sederhana dimaknai sebagai keintiman atau kerekatan relasi vertikal atau relasi transendetal antara seorang hamba (makhluk) dengan Sang Pencipta atau Al Khaliqnya (Mangunwijaya, 1982).

Spiritualitas yang mendongkrak religiositas dapat terpompa antara lain dengan membaca tiga puisi buah pena Noor : ‘yesterday I was the toon’, ‘wishlist’ dan ‘namez’. Dalam yesterday i was the moon, Noor menulis sebagai berikut : yesterday -- i was the moon / today – just an eclipse / something in me travels; some days it’s to the dark / some days it’s to the light.

Dalam puisi tersebut, pertama-tama aku lirik (Noor) menggambarkan dirinya sebagai makhluk biasa, kecil, lemah, dan segala sifat “kekecilannya” yang dilambangkan dengan huruf “i” kecil, bukan “I” kapital yang dalam filosofi bahasa Inggris selalu (harus merasa) besar dimanapun berada dalam suatu semesta kalimat. Selanjutnya, aku lirik merasakan purnama dirinya, puncak lengkung usia, puncak kekuatan (power) atau vitalitas fisiknya maupun segala atribut keserbaindahannya (full moon) sudah berlalu (yesterday – i was the moon). Dan kini (today), ia merasa dirinya telah menanjak ke fase “gerhana” (eclipse), dimana di dalam dirinya terasa secara sadar terus ada yang bergerak, terkadang ke poros gelap dan kadangkala ke bilik terang nan benderang, dan terus bergerak ke bulan sabit.

Puisi di atas secara umum menyadarkan pembacanya akan eksistensi dirinya yang tidak akan pernah terlepas dari eksistesi bipolarnya yang terus bergerak silih berganti : muda -- tua, terang (puncak ketenaran) – gelap (keterpurukan), baik – buruk, dan sebagianya, dan terus berproses sesuai hukum alam (sunatullah). Pesan sublimnya, setiap anak adam (pembaca puisi jagat raya) senantiasa eling lan waspada atas kodrat manusia dan kemanusiannya.

Selain sebagai homo religiosus, yaitu manusia yang darah dagingnya telah dipenuhi atau dipekati religiositas, manusia juga dikenal sebagai homo economicus, yaitu makhluk rasional dan akan terus memaksimalkan daya upayanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik yang finansial maupun non-finansial. Dengan eksistensi ini, manusia atau seseorang akan terus memiliki sederet ‘daftar keinginan’ (wishlist).  Namun, wishlist sesorang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.

Sebagai homo religiosus, Noor menukil wishlist sebagai berikut: 1. tremendous courage / 2. The power of forgiveness / 3. Strength in abundance / 4. An unlimited supply of kindness. Dalam puisi ini, diri penulis Noor mencatat, antara lain, empat (4) keinginan. Pertama, ia ingin memiliki keberanian yang luar biasa besarnya, luar biasa tangguhnya. Kedua, ia berkekeinginan memiliki jiwa pemaaf yang menggelegar. Ketiga, ia berhasrat mengoleksi kekuatan yang tiada bertepi. Dan terakhir, keempat, ia merindu ketersediaan kebaikan pada dirinya yang tiada habis-habisnya.

Dalam khasanah pemikiran dan praksis Islam, sangat diyakini bahwa segala kebaikan bersumber dari dan/atau tercipta dari pelaksanaan (praksis) ibadah sholat. Sholat adalah tiang agama. Sholat adalah pencegah kemungkaran atau nilai nilai-nilai destruktif. Sebagai pemeluk teguh Islam, Noor punya catatan tersendiri tentang sholat fardhu 5 waktu. Noor mengalami aneka rasa dan pengalaman pada setiap pelaksanaan sholat. Dalam sholat subuh (fajr), ia merasakan sambutan keteduhan yang sangat menyentuh. Noor menulis  5:30 am / i wake up / dusting away my sin / even the sky is asleep / and calmness greets me; fajr //

Setelah melaksanakan sholat zuhur (zuhr), Noor menemukan kedamaian tergelar di sajadahnya dan mereguk kepuasan yang menggenangi segala penjuru rumah ‘batinya’ – yang mendinginkan kebuasan panas yang memanggang jalanan, sebagaimana terbaca pada pada bait kedua : 1:50 pm / i finish my chores / find peace on a mat / angry heat is roaming the streets / contentment enters my house; zuhr //

Bagi Noor, teh hangat, saat mentari mulai jinak, menedeh, tak akan menggoda untuk menunda menuntaskan empat rekaat sholat ashar (asr) yang memberi ganjaran kesuksesan. Noor menggores larik-larik puitisnya sebagai berikut :  5:40 pm / i will have my tea soon / but success awaits / in 4 rakats / the sun is now tamed; asr //

Saat jarum pendek jam menyentuh angka 7, siang berlalu dan malam pun mulai menyapa negeri tempat tinggal (home) Noor. Di saat-saat seperti itu, burung-burung (birds) yang seharian mencari rizki Allah yaa Razzaq Yang Maha Rahman kini kembali ke sarangnya yang penuh kehangatan (warm nests). Dan umat Muslim pun tunduk sujud sumarah menikmati sujud-sujud sholat magrib (maghrib). Suasana homy nan khidmat ini dengan indah, singkat dan padat dinarasikan Noor melalui baris-baris “7:00 pm / the light is going / and the birds have gone / to their warm little nests / i am praying for home; maghrib //

Satu setengah jam bakda sholat magrib (20.30), waktu sholat isya (isha) pun hadir menyapa. Di bawah kedap-kedip bintang-gemintang di angkasa raya yang menerobos kaca jendela, di ruang pribadinya, aku-lirik Noor khusuk rukuk menyempurnakan sholat isya, sebagaimana terinskripsi melalui larik-larik terakhir “8:30 pm / the stars are bright / and they twinkle outside / the window of my room / i am standing in ruku; isha //

Puisi “namez” yang terpanjang dalam kumpulan “yesterday i was the moon” ini ditutup dengan kata-kata berdaging yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan pesan-pesan imperatif untuk menggapai ‘hidup dan perikehidupan” yang benar-benar bernyawa dan otentik (autentically, absolutely alive) sebagaimana didambakan (avidly) oleh setiap umat Islam. Aku-lirik diri Noor menegaskan, “this is how / 5 times a day / i am / authentically, avidly, absolutely alive //.

Semoga nilai-nilai baik dan sholat-sholat fardhu maupun sunnah yang bernyawa dan berdaging, yang sudah dipraktikkan selama Madrasah Ramadhan, sebagaimana digambarkan antara lain dalam puisi-puisi di atas dapat kita tegakkan selama dan setelah bulan puasa ramadan 1445 H / 20243 M ini hingga tibanya bulan suci ramadan 1446 H berikutnya. Aamiin yaa robbal alamin. Ramadhan Kareem. (Catatan : Versi original pernah dimuat di buku antologi Ramadhan Diary : Cerita dan Inspirasi dari Arab Saudi, 2023)

 

Riyadh, 25 April 2024

 

 

Mustajib

Simple man. Having 4 children from 1 wife. Civil Servant.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama