Dalam beberapa hari terakhir ini, jagat medsos (media
sosial) Tanah Air dibanjirbandangkan dengan postingan-postingan dan
seruan-seruan tentang Raja Ampat. Postingan-postingan dan seruan-seruan
tersebut umumnya diarahkan kepada pemerintah untuk menghentikan
"eksploitasi" (jika boleh dikatakan demikian) situs yang dikalim
sebagai The Eastern Paradise of Indonesia: Surga di Belahan Timur
Indonesia. Postingan, seruan, dan amanah yang tersurat maupun tersirat
mengingatkan saya tentang Once Upon A Time.
Once Upon A Time yang dimaksud
sesungguhnya judul sebuah buku anyar yang diterbitkan oleh Penerbit Haura pada Mei
2025 baru lalu. Buku ini lengkapnya berjudul Once Upon A Time: A
Collection of Folktales From Indonesia. Sesuai dengan judulnya, buku ini
-- yang ditulis (ulang) versi Bahasa Inggris oleh Wilman Septiana, alumni Arizona
State University, USA, yang kini sebagai guru Bahasa Inggris di Sekolah
Indonesia Riyadh/SIR, Arab Saudi -- memuat ceritera-ceritera rakyat (folktales)
yang tersebar di berbagai daerah di Bumi Pertiwi Indonesia, termasuk di tanah
Papua.
Salah satu dari 35 folktales yang tersajikan
adalah "The Legend of Four Kings", yang kalau
dibahasaindonesiakan menjadi "Legenda Empat Raja". Inilah legenda
yang bertalitemali dengan "Raja Ampat".
Alkisah, ringkasnya, once upon a time -- pada
suatu ketika -- hiduplah sepasang suami istri bernama Alyab Gaman dan Bukudeni
Kapatlot di Papua, yang telah lama merindukan kehadiran momongan. Walau telah
berdoa siang dan malam tanpa putus, mereka belum juga dikarunia anak. Hingga
pada suatu hari, saat mereka sedang mencari kayu bakar di hutan untuk persiapan
selama musim hujan, sang istri menemukan 7 butir telur yang besarnya lebih
besar dari telur normal.
Atas persetujuan sang suami, sang istri membawa pulang
ketujuh telur serupa telur-telur naga tersebut untuk dimasak di rumah. Setelah
di rumah, saat sang istri menyiapkan bumbu-bumbu untuk telur-telur tersebut,
pasangan suami-istri tersebut mendengar sesuatu dari arah meja.
Sang suami mencari tahu sumber suara. Subhanallah, 5
dari 7 telur telah menetas: menghadirkan 4 bocah laki-laki dan 1 bocah
perempuan. Satu telur yang tidak menetas berubah menjadi batu cadas dan satunya
lagi menjadi kekuatan adikodrati (supranatural).
Ajaibnya lagi, bocah-bocah itu sudah berdandan dengan
pakaian yang lembut laiknya sutra, yang menandakan bahwa bocah-bocah itu adalah
keturunan raja dari kayangan (The King of Paradise). Dengan keyakinan
itu dan keyakinan bahwa inilah cara doa-doa dikabulkan, pasangan suami istri
itu berkomitmen untuk menjaga kelima bocah cilik (bocil) tersebut.
Keempat bocil laki-laki masing-masing diberi nama War,
Betani, Dohar dan Muhamad. Sementara bocil perempuan semata wayang dinamai
Pintolee.
Seìring perjalanan waktu, kelima bocil tumbuh dewasa
dan menjadi pribadi-pribadi yang rajin dan penurut. Setelah dewasa, mereka giat
berkerja untuk membantu kedua orangtuanya. Lahan pertaniannya menjadi subur dan
meluas hingga menjangkau pulau-pulau induk di sekitar Teluk Kabui. Karena hal inilah,
terutama karena kebaikan hatinya, mereka tidak hanya dikagumi oleh kedua
orantuanya tetapi juga oleh penduduk-penduduk desa lainnya.
Kepatuhan dan kebermanfaatan mereka terhadap
lingkungan sangat membanggakan kedua orangtuanya, yang makin menimbulkan rasa
kasih saying yang tiada terkira. Rasa ini membuat sang bapak ingin meninggalkan
legasi sebelum meninggal. Untuk itulah sang bapak merencanakan sesuatu.
Namun, di tengah-tengah kebahagian tersebut, muncul
sesuatu yang mengecewakan. Pintolee ternyata jatuh cinta pada seorang pemuda
yang tidak direstui oleh kedua orangtuanya. Walaupun tidak disetujui, Pintolee
tetap melanjutkan rajutan asmaranya. Dengan mengikuti suara hatinya, Pintolee
akhirnya meninggalkan hadiah yang telah disiapkan oleh bapaknya. Ia
meninggalkan kedua orangtuanya dan saudara-saudaranya. Bersama sang kekasih,
Pintolee berlayar menuju Pulau Numfor.
Berita tentang Pintolee menyebar ke masyarakat. Namun
demikian, simpati masyarakat terhadap kedua orangtuanya tidak surut. Hal ini
disebabkan karena War, Betani, Dohar dan Muhamad tetap loyal kepada kedua
orangtuanya. Mereka tetap patuh terhapa nasihat-nasihat kedua orangtuanya.
Waktu terus berlalu. Sang bapak makin tua. Akhirnya,
hari yang ditunggu oleh keluarga untuk menyampaikan legasi kepada keempat
putranya pun tiba. Sang bapak memanggil War, Betani, Dohar dan Mohamad untuk
pembagian warisan. Setiap anak diberikan pulau. War diberi pulau Waigeo, Betani
diserahi pulau Salawati, Dohar diamanahi pulau Lilinta, dan Mohamad dimandati
pulau Waiga.
Kisah selanjutnya dan versi lengkapnya dapat dibaca pada buku setebal 329 halaman tersebut, mulai dari halaman 22 sampai dengan halaman 27. Cerita dalam tulisan ini saya (penulis artikel ini) akhiri sampai di sini saja. Namun sebelum benar-benar mengakhiri tulisan ini, saya ingin menambahkan 4 catatan khusus.
Catatan-catatan khusus yang dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, War, Betani, Dohar dan Mohamad tinggal dan menjadi raja di
masing-masing pulau yang diamanahi. Inilah asal mula nama “Raja Ampat”. Kedua,
keempat raja menurunkan keturunan di masing-masing pulau. Ketiga, keempat raja tetap
menjaga dan melaksanakan amanah dan nasihat-nasihat orangtuanya. Dan keempat, ketika
membagi-bagikan pulau kepada War, Betani, Dohar dan Mohamad, sang bapak
menginstruksikan mereka untuk selalu menjaga pulau-pulau yang diamanhi dan
segala sesuatu yang ada di dalamnya dengan sebaik-baiknya.
Barangkali, ya, barangkali, apa yang disampaikan melalui
postingan-postingan dan/atau seruan-seruan di medsos itu (barangkali, oleh keturunan-keturunan keempat raja) merupakan wujud penerusan amanah dari sang bapak yang melahirkan “Raja Ampat”. Wallahu’alam
bishawab.
Mataram, 11 Juni 2025
Nice folktales. Anak Indonesia nyaris kehilangan cerita/dongeng/legenda, dan atau mitos dari kehebatan leluhurnya. Peran orangtua dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan pertama tergeser gawai dan fasilitas aplikasi hiburannya.
BalasHapusMari kembalikan cerita /dongeng ditengah keluarga kita, sebagai bentuk tanggungjawab kita untuk membangun generasi penjaga keluhuran budaya.
Terima kasih atas kunjungan Bapak Bonang'SRW. Benar, seperti yang Bapak sampaikan. Semoga kita, antara lain dengan/melalui buku ini (salah satunya), bisa me-recovery -sebagian dari kehilangan tersebut. Terima kasih, salam sehat dan sukses selalu
Hapus