Putri sulung kami, Ika Fitria Rahmawati, insya Allah akan kembali (final
exit) ke Indonesia, tanggal 24 April 2024. Alhamdulillah, permohonan final
exit ke Pemerintah Kerasajaan Arab Saudi sudah diseujui, sebagaimana
terlapor melalui pesan singkat oleh MOI Jawazat, Kamis, 18 Appril 2024 kemarin.
Di tengah-tengah membersamainya untuk “pamit sementara” di Masjidil Haram,
Makkah, hari ini (Jumat, 19/04/2024), saya ingat catatan yang saya ‘draf’
tentangnya, tanggal 17 Januari 2024 lalu, dengan judul “Ingin yang Terbaik”
sebagai berikut.
Setiap orangtua, siapapun dia, dimanapun berada, apapun latar belakang
pendidikan, sosial dan budayanya, dan seperti apapun kondisi ekonominya, pasti
menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Yang kaya, dari kalangan elit dan
berpendidikan tinggi, pastilah menginginkan putra-putrinya lebih baik dari
mereka. Terlebih-lebih jika orangtua dari keluarga menengah ke bawah, bukan
siapa-siapa dan hidup dalam kondisi ekonomi yang serba pas-pasan, so pasti
menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Begitulah yang terjadi pada diri kami, pada diri saya, terhadap putri
sulung kami.
Nama panggilannya Ika. Ia telah menamatkan
pendidikan sarjanya (S1) di sebuah perguruan tinggi negeri di provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB). Ia alumni pendidikan bahasa Inggris. Sudah hampir 1 tahun
tidak bekerja, paling tidak mempraktikkan ilmu dan keterampilannya. Ia
menganggur karena memang tidak mudah mencari pekerjaan yang agak ‘sembarangan’
alias yang penting bekerja karena ia sedang berada di negeri orang. Ia sedang
mengikuti kami yang sedang mendapat tugas dinas sebagai Kepala Sekolah
Indonesia Riyadh (SIR) untuk periode, insha Allah, 2021 – 2024. Karena tidak
ada pekerjaan (fisik) maka di rumah dinas, sehari-harinya rutinitasnya tidur,
nonton televisi, buka facebook, lihat tik-tok dan lain-lain. Yang
membahayakan adalah cukup banyak tidur dan tidak banyak gerak sehingga sering
kurang sehat. Sering sakit.
Melihat kondisinya yang demikian, maka saya coba tawarkan untuk mengabdi
di Sekolah Indonesia Makkah (SIM), tempat rencana penempatan saya sesuai SK
Hasil Seleksi Nasional Kepala Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN) Tahun
2020 lalu. Di SIR sendiri tidak ada kebutuhan yang mendesak. Sementara di SIM,
ada peluang mengingat ada gurunya yang sedang cuti. Intinya, di SIM ada
kebutuhan guru. Saya coba tawarkan ke pihak manajemen SIM. Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya per 6
Januari 2024 lalu dinyatakan resmi mengabdi di SIM.
Tercatat, sejak hari pertama
bertugas, selalu ada cerita yang disampaikan kepada kami selaku orangtua dan
kepada saudara-saudara. Kalau disederhanakan secara kategoris, cerita-ceritanya
ada yang suka dan ada yang duka. Karena frekuiensi Ceritanya seputar pengalaman
sehari-hari bergaul dengan lingkungan baru seperti dengan siswa, dengan para
guru dan juga sebagian orangtua siswa. Intensinya pengalaman-pengalaman yang
silih berganti dan mungkin karena kondisi tubuhnya yang sedang tidak fit maka
sempat sakit sehingga tidak masuk sekolah untuk mengajar.
Sebagai kepala sekolah, saya
melihat sebagai sesuatu yang tidak bagus jika -- sering dan palagi berlanjut
terus menerus beberapa hari -- tidak masuk sekolah untuk mengajar.
Terlebih-lebih jika bertugas sebagai guru kelas di jenjang sekolah dasar) Jika
tidak ada alternatif penggantian, maka bisa dibayangkan akan seperti apa
kondisi kelasnya. Jika tidak ada guru yang mengganti dan/atau mengisi kelas, pasti
mengganggu suasana sekolah, paling tidak kelas-kelas yang ada di sebelahnya.
Menyadari itu, sebagai
orangtua kami memintanya untuk segera berobat. Dan yang paling penting, untuk
kesiapan mental terhadap beragam pengalaman yang memunculkan suka duka, melalui
pesan WhatsApp, kami mengirim sebuat nasihat (pesan penguat) yang saya
ambil dari tulisan seorang mantan pendidik di sekolahan, yang kini sebagai staf
pendidik di perguruan tinggi, dan yang terpenting kini sudah melahirkan 90
judul buku. Sang pendidik tersebut adalah Agung Nugroho Catur Saputra.
Dalam bukunya Berpikir
untuk Pendidikan: Renungan, Refleksi, dan Gagasan Pemikiran Seputar Pendidikan
Nasional (Penerbit KBM Indonesia, 2023 : 105), Agung – sapaan akrabnya –
menulis rekleksi di momentum hari guru bebera waktu lalu sebagai berikut : “Di
peringatan Hari Guru 25 Desember ini... saya ingin memutar kembali rekaman
memori saya menjalani profesi sebagai pendidik. Suka, duka, semangat, putus
asa, optimis, sedih, bahagia, dan perasaan-perasaan lain telah menemani saya
dalam menjalani profesi ini sebagai pendidik selama lebih dari 20 tahuanan ini.
Semuanya berawal dari dan demi keluarga".
Membaca pesan tersebut putri
sulung kami menjawab, “Insha Allah, bisa. Tapi pelan-pelan. Alhamdulillah,
sebagai pemberi nasihat dan/atau arahan, bimbingan, motivasi dan sejenisnya,
serta sebagai orangtua kami merasa senang dengan respon dan komitmen untuk
berikhtiar melewati dan menikmati semua pengalaman suka duka tersebut.
Kepada seluruh anggota tim
Manajemen dan Keluarga Besar SIM, mewakili keluarga, saya capkan terima kasih
atas segala perhatian, support dan pengalaman pembelajaran yang telah
diberikan. Terkhusus juga kepada Pak Ivan, sang seniman serba bisa di SIM, yang
telah memberikan pengalaman “shooting” di SIMTV walau hanya beberapa menit,
saya ucapkan terima kasih. Dan kepada semua pihak, terutama kepada wali murid
dari kelas yang diampu oleh putri kami, terima kasih telah memberikan rasa
pembelajaran yang sesungguhnya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan
kehilafannya. Mohon diizinkan untuk pulang mebawa kehangatan dan kenangan-kenangan
tak terlupakan bersama keluarga besar SIM. Semoga semuanya menjadi
tambahan amal ibadah. Aamiin
Makkah, 19 Januari 2024