Foto Raden Ajeng (RA) Kartini
Dokumen : www.gramedia.com
Oleh
Mustajib
Dalam rentang 10 hari terakhir, 21 April sampai dengan 2 Mei 2024, kita berada diantara dua momentum akbar di Tanah Air, Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional. Kita pun diampit oleh dua tokoh besar yang ada di balik dua momentum tersebut, yakni Raden Ajeng (RA) Kartini dan Raden Mas (RM) Soewardi Soerjaningrat.
Banyak hal yang bisa diperbincangkan dari kedua tokoh ini legenda dan heroik ini. Namun, pada kesemptan ini, sebagai pembuka, saya ingin memanding serba sedikit tentang kedua Pahlawan Nasional ini. Sesungguhnya kedua nigrat tersebut memiliki sejumlah perbedaan, juga persamaan.
Persamaan pertama, keduanya dari trah bangsawan Jawa. RA Kartini lahir dari pasangan Raden Mas M.M. Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah, keluarga Wedono Mayong, Jepara. Sementara RM Soewardi Soerjaningrat terlahir dari pasangan Pangeran Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandiah, dari keluarga bangsawan Yogyakarta (Sri Pakualam III).
Kedua, baik RA Kartini maupun RM Soewardi Soerjaningrat (belakang, di usia ke-40, diganti sendiri dengan nama Ki Hadjar Dewantara) sama-sama menaruh minat yang besar dalam bidang pendidikan. Keduanya sama-sama memiliki rasa cinta yang mendalam untuk mengembangkan pendidikan bagi kaum pribumi.
Dokumen : www.popmama.com
Ki Hadjar Dewantara mengajar, sekemblai dari Belanda tahun 1919, di sekolah binaan saudaranya sebelum mendirikan Taman Siswa (lihat “Biografi Ki Hajar Dewantara, Sang Bapak Pendidikan Nasional”, sibakuljogja.jojjaprov.go.id) . RA Kartini sendiri membantu mengajar secara informarmal bagi anak-anak perempuan kecil yang tidak seberuntung dirinya, di rumahnya (selama masa pingit), sebelum membuka sekolah di pendapa kabupaten (selepas masa pingit) dan membuka sekolah khusus untuk mendidik perempuan dan anak-anak di dekat kompleks kantor Kabupaten Rembang (lihat “^ Sifat Teladan Kartini, Nomor 4 Bisa Menginspirasimu!’, www.gramdeia.com, 21/4/2024).
Selain memiliki minat yang besar dalam bidang pendidikan kaum pribumi, persamaan ketiga – terakhir dalam tulisan ini – adalah bahwa keduanya tertarik dan memiliki kecakapan literasi baca tulis yang mumpuni. Ki Hadjar Dewantara banyak menulis di surat kabar “Sedyotomo”, “Midden Java’, “De Express”, “Oetoesan Hindia”, Kaoem Modeda”, “Tjahaja Timoer” dan “Poesara”. Sementara RA Kartini banyak menulis (“bersurat”) ke rekan-rekannya di Belanda antara lain seperti ke Ms. Estelle “Stella” Zeehandelaar, Ms. Rosa Abendanon dan Ms. Van Kol. Tulisan-tulisan inilah yang selanjutnya diterbitkan menjadi buku Habis Gelap, Terbitlah Terang.
Di atas pesamaan-persamaan itu, ada juga sejumlah perbedaan. Salah satu perbedaan tersebut adalah, bahwa RA Kartini sangat dihormati oleh dan/atau di Belanda sehingga namanya diabadikan sebagai salah satu nama jalan di negeri itu (lihat Maurianews, 21/4/2024) . Sementara, Ki Hadjar Dewantara sangat “dibenci” oleh Belanda sehingga ia sempat mau dibuang ke Bangka, lalu disingkirkan ke Negeri Kincir Angin (lihat “7 Fakta Keluarga Ki Hadjar Dewantara, Punya Keturunan Bangsawan Jawa’, www.popmama.com, 10/11/2023)
Kenapa mereka berdua menerima “cita rasa” yang berdeba dari Belanda? Mari kita tanyakan rumput yang bergoyang.
Riyadh, 30 April 2024
Jadi penasaran? Ditunggu lanjutannya, Pak! Rumput bergoyang tak mau menjawab, he he he.. Trimakasih! Selalu berbagi sesuatu yang hebat
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMatur nuwun, Bu Mimin. Sepertinya perlu "wawsan dan keberanian" khusus untuk masuk ke wilayah itu. hehehe... Terima kasih atas seilaturhimnya, Bu Mimin. Saya cuma 'macing' saja."Modus" ini hehehe. Semoga ada yang membahasanaya. Salam sehat dan sukses selalu, Abah. Aamin. O, ya, bisa saja Bu Mimin yang coba menjawabnya (membahasnya) : kira2 kenapa? saya tunggu deh.....
HapusBikin penasaran Pak...
BalasHapusBiasanya Panjenengan menulis panjang kali lebar...
Semangat Pak...
Saya tunggu lanjutannya...
Sehat selalu nggih...
Matur nuwun sanget, Bu Sri, atas anjangsana ke blog saya. Semoga dilanjutkan oleh Bu Sri, Bu Mimin dan yang lainnya. Saya menunggu. Saya hanya membuka wacana saja. Hehehee. Salam sehat dan sukses selalu, Bu Sri.
BalasHapus